PERDA UU NO.13 TAHUN 2013 DI AJAK ,PARTISIPASI
MASYARAKAT PAPUA DALAM PEMBANGUNAN
D |
i Mata mahasiswa atas nama Yulianus Bukihapai Edowai,tentang pembanguan pada hakekatnya bahwa dengan tujuan dari UU tersebut merupan sebuah proses cita-cita Negara untuk mewujudkan masyarakat yang makmur,dan sejahtera secara merata di seluruh Papua,bukan saja hanya dipesisir,dan kota,tetapi juga dipegunungan dan tempat-tempat terpencil dan terisolasi. Namun pembangunan yang menjadi fondasi terwujudnya masyarakat makmur,dan sejahtera di Papua terkendala oleh banyak unsur, baik unsur geografis,budaya,kesukuan,keamanan,tinggat kemalahan harga, persebaran penduduk yang tidak merata, dan anggaran pemerintah kabupaten/kota yang terbatas.
Tantangan ini menjadi ironisi yang sering saya temui di bangku pendidikan Tinngi di Kota Studi,bahwa kehidupan sosial di Papua sangat erat hubungannya dengan Hukum Adat dan Hukum Positif seringkali tidak menjdi rujukan bagi masyarakat asli Papua. Orang Asli Papua (OAP) selalu mengambil Hukum Adat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi ,seperti dalam urusan tanah,denda tehadap hukum adat dan agama,atau dalam membayar biaya perdamaian perang antar suku. Tidak dapat diungguri bahwa beberapa bentuk praktek kebudayaan masyarakat Papua itu sendiri menjadi pengambat pembangunan. Harus ada benturan nilai untuk mengubah kebudayaan negatif orang asli Papua.
Selain itu,masyarakat Papua juga ,terkenal dengan budaya pesta dan menghambar-hambur kan uang ,dan minum minuman keras. Khusus untuk yang terakhir , kalau tidak salah ,pada tanggal 30 Maret 2016 lalu ,pemerintah Provinsi Papua telah mengandatangi Defakto Integritas Pelanggaraan Minuman Keras yang di ikuti oleh Bupati dan Wali Kota Se-Papua.
Penandatangan Fakta Integritas ini,saya dapat lirisan internetasn dan itu mereka pemerintah lalukan dan berlaku di seluruh wilayah Provinsi Papua sebagai pelaksana dari Dokma Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Minuman Keras; pas pada saat itu,penulis sedang melangkah Pendidikan Tinggi Hukum Uncen –Jayapura Papua. Intinya,perda ini hendak melakukan larangan sementara terhadap budaya yang menjadi penyebab utama meningkatnya angga kematian orang asli Papua. Perlu diingat satu suara hati penulis ,bahwa budaya minum-minuman sebetulnya bukan budaya orang asli Papua,melainkan budaya orang-orang Belanda sejak kali pertama mereka datang injak untuk melakukan ekspedisi Carthezs dan menemukan sumber temaga dan emas serta segala upeti berharga lain di Tanah Papua. Kawan,orang Belanda juga tidak pernah meninabobohkan orang papua dengan minuman keras. Kalau ada orang yang menyatakan orang Papua suka minum minuman keras karena hasil didikan Belanda,itu kebohongan besar.
Unsur lain,yang juga kita tidak bisa sepelekan adalah unsur psikologis di tengah masyarakat yang masih menaruh kecurigaan dan tidak yakinan terhadap pemerintah. Lahirnya sikap antipasti,apatis dan sinisme serta hiborkin, terhadap program pemerintah Papua berpotensi menganggu jalanya pembangunan itu sendiri.
Pada lirisan Internetan,bawah Pemerintah Provinsi mengajak masyarakat dalam pembangunan dengan cara menguatkan fungsi-fungsi instansi-instansi Adat dan lembaga-lembaga agama dan kelompok wanita,pemuda,dan mahasiswa. Seperti seluruh warga masyarakat Adat Mee di Mepago di Kabupaten Dogiyai 4 Distrik di Wilayah Mapia mengakui kami siap bersatu untuk membentuk ke empat Distrik itu menjadi Wilayah adat,dengan sikap prinsipnya mendeletkan segala unsure-unsur yang membahayakan masyarakat mee itu,segera di deletkan dari agenda hukum adat. Tujuan ini,tidak lain ingin menjadikan mereka dalam bagian dari keterlibatan dalam setiap perencanaan ,pembangunan dan pengelolaan. Permasalahan pembangunan di Papua seringkali berhubungan dengan partisipasi ketenaga kerjaan,akses dan kesempatan kerja terhadap unsur produksi serta informasi yang berkaitan dengan pasar dan lapangan pekerjaan.
Bapak nomor satu di Papua,Belaiau Enembe,bertutur ,dalam bukunya Lukas Enembe,bahwa dari awal, “ kepempinan saya di Papua,saya selalu berusaha melakukan identifikasi permasalahan pembangunan ,sehingga pembangunan yang akan dilaksanakan benar-benar menjawab keutuhan dari masyarakat. Ada tiga argument utama mengapa partisipasi masyarakat Papua menjadi memilki arti penting perspektif pembangunan. Pertama ,Alasan integritasi di dalam Negara Kestuan. Intinya Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah wujud dari kehadiran Negara yang bertanggung jawab mensejahterakan rakyatnya. Kedua: Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat faedah memperoleh informasi mengenai situasi dan kondisi,kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. Jangan sampai seperti yang sudah-sudah ,rakyat Papua hanya jadi objek pembangunan itu sendiri. Ketiga,Masyarakat akan lebih mengakini proyek atau program pembangunan jika mereka dilibatkan proses perencanaan dan pelaksaan. Bahasa kunci adalah kepercayaan, kepercayaan masyarakat ini akan membuahkan sikap ingin melibatkan diri dan membantu sekuat mungkin program –program pemerintah. Strategi inilah yang saya lakukan dalam pembangunan di Papua,baik di provinsi maupun di Kabupaten /Kota”. Pungkasnya Enembe.
Jadi,kesulitan terbesar menurut penulis disini adalah,Karena kesulitan terbesar dalam meyakinkan kepada rakyat Papua bahwa pembangunan di daerahnya ukan saja tanggungjawab Pemerintah Papua ,tetapi juga tanggungjawab masyarakat di sekitarnya untuk menjadi katalisator percepatan pembangunan tersebut. Dan menigatnya meninggatkan bahwa partisipasi perlu di kembangkan perspektif pola procedural,sehingga kelompok-kelompok yang ada di masyarakat ,baik itu lembaga adat,agama,dan kelompok wanita, didorong dikadernisasi perannya pada berbagai tahap dalam proses aktivitas pembangunan ekonomi. Kegiatan pembangunan ekonomi ini juga menyasar untuk golongan melarat di Papua,khususnya orang asli Papua untuk memilik kesadaran ,kemauan dan kemampuan untuk berpartisipasi dan berkaloborasi. Cara ini tidak lain melainkan untuk membantu dan menolong perekonomian mereka sendiri. (*)
Penulis adalah Yulianus Bukihapai Edowai
0 Komentar