About Me

header ads

HUTAN ADAT KAMI BUKAN LAGI HUTAN NEGARA



HUTAN ADAT KAMI BUKAN LAGI HUTAN NEGARA


                                                  oleh Yulianus Bukihapai Edowai

Dengan demikian maka sesungguhnya kehadiran hukum itu tidak terlepas dari
masyarakatnya. Hukum itu ada untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi,
dan kultural masyarakat. Kehadiran hukum itu diharapkan memerankan
beberapa fungsi yang diembannya.
Terdapat dua fungsi yang dapat dijalankan oleh hukum di dalam
masyarakat, yaitu pertama sebagai sarana kontrol sosial dan kedua sebagai
sarana untuk melakukan perubahan sosial. Sebagai sarana kontrol sosial maka
hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat tetap dapat berada di dalam
pola-pola tingkah laku yang telah diterima olehnya. Di dalam peranannya
yang demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah menjadi
sesuatu yang tetap dan diterima di dalam masyarakat. Tetapi di luar itu hukum
masih dapat menjalankan fungsi yang lain, yaitu dengan tujuan untuk
mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat. 11
Masalah yang timbul kemudian berkaitan dengan bekerjanya hukum itu
adalah pertanyaan mengenai apakah hukum yang dijalankan di dalam
masyarakat itu benar-benar mencerminkan gambaran hukum yang terdapat di
dalam peraturan hukum dan fungsi hukum tersebut. Dengan kata lain apakah
hukum itu bisa efektif di dalam masyarakat tersebut. 1
Untuk membuat efektifitas hukum kiranya perlu tahapan-tahapan yang
harus dilakukan. Yaitu dengan menanamkan rasa kesadaran terhadap suatu
hukum tersebut. Kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap apa
yang dianggap sebagai hukum yang baik dan hukum yang tidak baik.
Taraf kesadaran hukum suatu masyarakat bisa tercapai bilamana
didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut :
1. Adanya pengetahuan tentang hukum
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai
beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu, hukum
yang dimaksud di dini adalah hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang atau pun
perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
2. Adanya pemahaman hukum
Pemahaman hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki
seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Dengan kata
lain pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan
dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak
13
tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh
peraturan tersebut.
3. Adanya sikap hukum
Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum
karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai suatu yang
bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati.
4. Adanya pola perilaku hukum
Pola perilaku hukum merupakan hal yang utama dalam kesadaran
hukum, karena di sini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau
tidak dalam masyarakat. Dengan demikian seberapa jauh kesadaran
hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu
masyarakat.
Ada beberapa derajat penyebab mengapa warga masyarakat patuh pada
hukum yaitu sebagai berikut :
1. Karena hukum tersebut dianggap sebagai patokan yang benar.
2. Karena hukum tersebut dianggap adil.
3. Karena memang demikian kebiasaannya.
4. Karena orang lain menganggapnya demikian.
5. Karena pembentuk hukum dianggap mempunyai alasan yang benar.
6. Karena hukum mempunyai tujuan-tujuan tertentu.
7. Karena hukum diperlukan melalui prosedur yang benar-benar demokratis.
8. Karena warga masyarakat bersikap acuh tak acuh.
Dengan demikian apabila warga masyarakat menerima sistem hukum
tersebut, maka sistem tadi akan menghasilkan tata tertib dalam pergaulan
hidup. Kiranya telah jelas, betapa eratnya hubungan antara kepatuhan hukum
dengan masalah kesadaran hukum.

Tujuan pengakuan hukum
Pertanyaan untuk apa pengakuan hukum terhadap masyarakat adat dibuat merupakan
pertannyaan utama yang akan menentukan arah, sasaran dan mekanisme pengakuan
hukum terhadap masyarakat adat. Tujuan pengakuan hukum berisi nilai-nilai yang menjadi
pedoman dan juga sasaran dari
dilakukannya pengakuan hukum.
Sebagai contoh, pengakuan hukum
terhadap hak ulayat Masyarakat
Baduy melalui Perda No. 32 Tahun
2001 tentang Perlindungan Hak
Ulayat Masyarakat Baduy adalah
untuk melindungi tanah ulayat dari pihak luar, menjaga hutan titipan dan juga menjaga
kebersamaan penguasaan wilayah sesama anggota Masyarakat Baduy. Dengan tujuan
demikian, maka dibentuk klausul di dalam Perda itu bahwa tanah ulayat baduy dilarang
untuk disertipikatkan. Dengan larangan untuk melakukan sertipikat hak milik individual
terhadap tanah ulayat, maka kebersamaan penguasaan atas tanah ulayat bisa terjaga.
Lain pula misalkan dengan Perda Sumatra Barat No. 16 Tahun 2008 tentang Tanah
Ulayat dan Pemanfaatannya. Oleh karena Perda Sumbar ini dibuat untuk mendayagunakan
tanah ulayat, bukan sekedar untuk mengkonservasinya, maka ketentuan-ketentuan di
dalam Perda Sumbar No. 16 Tahun 2008 banyak mengatur mengenai jenis-jenis tanah
ulayat, siapa pengelolanya, dan bagaimana cara memanfaatkannya oleh masyarakat
maupun dikerjasamakan dengan pihak lain.
Unit sosial masyarakat adat
Kemudian pertanyaan kedua mengenai siapa masyarakat adat merupakan hal yang tidak
kalah penting. Ketidakcermatan menentukan unit sosial dari masyarakat adat akan
menimbulkan kebingungan dalam mengimplementasikan pengakuan hukum terhadap
masyarakat adat dikemudian hari. Baik Perda No. 16 Tahun 2008 maupun Pergub No. 13
Tahun 2009 tidak mengatur mengenai definisi siapa itu masyarakat adat di Kalimantan
Tengah.
Perda No. 16 Tahun 2008 mengatur mengenai definisi Dayak, tetapi belum
menjelaskan unit sosial dari masyarakat adat dalam etnis Dayak tersebut. Di dalam Pasal 1
angka 13 disebutkan:
Dayak adalah rumpun atau himpunan suku penduduk asli Kalimantan Tengah
yang mempunyai hak-hak adat, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dan hukum
adat yang diakui sebagai wujud dari ke-Bhineka Tunggal Ika-an, dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu terdapat pula ketentuan yang meletakan unit sosial masyarakat adat pada level
etnisitas. Pasal 1 angka 37 dari Perda No. 16 Tahun 2008 menyebutkan:
Masyarakat Adat Dayak adalah semua orang dari keturunan suku Dayak yang
berhimpun, berkehidupan dan berbudaya sebagaimana tercermin dalam
semua kearifan lokalnya dengan bersandar pada kebiasaan, adat istiadat dan
hukum adat.

Selain meletakan unit masyarakat adat pada level etnisitas itu, Perda No. 16 Tahun 2008
juga mengatur mengenai definisi Kedamangan. Dalam Pasal 1 angka 25 didefinisikan bahwa:
Kedamangan adalah suatu Lembaga Adat Dayak yang memiliki wilayah adat,
kesatuan masyarakat adat dan hukum adat dalam wilayah Provinsi (*)

  Penulis adalah Alumni Hukum Uncen Jayapura Papua

Posting Komentar

0 Komentar