Foto: Dok, Prib Mario Y/KM |
Oleh: Mario Yumte
OPINI, KABARMAPEGAA.COM-- Kebanyakkan orang merasa sudah menyembah Tuhan dengan manusia kalau sudah berdoa di tempat ibadah atau berdoa di tempat ziarah atau di rumah pada hari-hari tertentu.
Tidak banyak orang bisa menyembah Tuhan di tempat kerja, pasar, rumah apalagi di lingkungan kumuh yang sering di identikkan dengan kejahatan. Maka tidak heran kalau mereka yang terbiasa kebersihan dan kerapian akan muntah melihat kondisi lingkungan kumuh dan kotor tersebut.
Bagi orang katolik bacaan Injil hari bisa memberi pemahaman yang benar tentang penyembah-penyembah yang benar Ketika dialog dengan wanita Samaria yang semula tentang air dan menyentuh tentang menyembah Allah, Yesus mengatakan bahwa orang tidak menyembah di gunung atau di Yerusalem. Tetapi penyembah yang benar akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.
Itu berarti setiap orang yang memperhatikan gerak roh dalam diri orang lain, gereja dan alam semesta. Dalam diri dan orang lain yang tampak pada ingatan, pikiran atau perasaan dan kehendak. Sedangkan, dalam gereja, roh tampak pada jatuh bangunnya; dalam alam semesta Roh tampak pada dinamikanya yang mencakup bencana yang ditimbulkannya.
Kebenaran berarti semua ajaran dan tindakan yang membawa kehidupan, seperti air yang bersih yang dibutuhkan manusia untuk hidup.
Yesus sendiri sudah menunjukkan menjadi sumber air hidup, di mana perempuan Samaria yang merasakan sumber air itu di mana Yesus tidak membedakan sebagai orang Samaria yang harus dimusuhi sempat umumnya orang yang Yahudi yang tidak menganggap perempuan Samaria sebagai orang yang tidak suci dan harus dijauhi. Yesus menerima dia, meskipun diketahui dengan lima suami dan yang kelima juga bukan suaminya.
Maka bentuk penyembah-penyembah yang benar bisa kita lihat pada para pejuang kemanusiaan di mana pun mereka berada di mana mereka tidak mengenal takut, bahkan semakin bersemangat ketika ditindas, bahkan diancam akan dibunuh, karena mereka menyembah dalam roh.
Marilah kita menjadi penyembah-penyembah yang benar, menjadi pejuang-pejuang kemanusiaan, bukan penyembah keluarga, kelompok atau pikiran, keyakinan sendiri yang sering berhenti hanya pada simbol-simbol suci baik bangunan rumah ibadah maupun patung atau gambar-gambar suci. (Frans P/KM)
*) Penulis Adalah Aktivis Bangsa Papua, Mario Yumte
0 Komentar