About Me

header ads

Konteks Yesus Kristus dalam Pemahaman Budaya Suku Mee di Papua



“YESUS VS KOYEIDABA”


A. PENGANTAR

Dalam mempelajari ilmu Kristologi, kita dihadapkan pada satu pertanyaan sentral, yakni: “Menurut kamu, siapakah Aku (Yesus) ini?” (Mat. 16, 13- 17). Pertanyaan ini membantu kita untuk bisa melihat (merefleksikan) pribadi Yesus secara lebih mendalam lagi. Pribadi Yesus yang kita imani. Dalam kehidupan sehari- hari, kita banyak memiliki pengalaman- pengalaman yang berkenaan dengan Wahyu Allah. Dalam pengalaman inilah, kita mencari jawaban tentang siapakah diri Yesus bagi kita. Dan dalam hal ini, pengalaman menjadi salah satu unsur yang hakiki.
Untuk memahami apa dan bagaimana berkristologi, saya akan menghantarkan para pembaca untuk memahami dan mengenal diri Yesus Kristus dalam konteks budaya, khususnya budaya suku Mee. Dalam budaya suku Mee, Yesus Kristus dipahami sebagai KOYEIDABA. Siapa itu KOYEIDABA dan apa saja yang ia lakukan selama hidupnya, kita akan melihatnya secara lebih jelas tentang KOYEIDABA di bawah ini. Serta kita juga akan melihat persamaan dan perbedaan antara pribadi KOYEIDABA dan pribadi Yesus.


B. MITOS KOYEIDABA

Di sebuah kampung daerah suku Mee, hiduplah satu keluarga yang miskin. Seorang ibu bernama Kibiwo dengan anak- anaknya, masing-masing bernama Neneidaba, Nookuu, dan Yegaku. Pada zaman itu, terjadi kelaparan yang sangat besar di daerah itu. Pada suatu hari, Kibiwo buang air kecil (kencing) di pinggir rumah, ia tidak sadar bahwa air kencingnya berwarna merah. Setelah buang air kecil, Kibiwo masuk kembali ke dalam rumah. Ketika semua anggota keluarga Kibiwo berada di dalam rumah, mereka mendengar suara tangisan seorang anak kecil (bayi) di luar rumah mereka. Kemudian Kibiwo dan suaminya keluar dan mencari sumber tangisan anak kecil itu, ternyata sumber tangisan anak kecil itu berasal dari tempat di mana Kibiwo buang air kecil tadi.

Melihat hal itu, mereka mendekatinya, ternyata ada seorang bayi laki- laki. Mereka mengira anak itu dibuang oleh orang tuanya. Ternyata, tidak ada yang membuang bayi laki-laki itu. Suami dari Kibiwo menganggapnya bayi laki- laki itu sebagai anak setan (AYA YOKA), sehingga ia berkeinginan keras untuk membunuh bayi laki- laki itu. Namun Kibiwo melarang suaminya dan memeluk bayi laki- laki itu untuk menyelamatkannya. Akhirnya, keluarga itu mengangkat bayi laki- laki itu sebagai anak mereka. Suami dari Kibiwo memberi nama AYA YOKA (atinya anak setan atau roh). Anak kecil itu selama enam bulan tidak makan dan minum. Pada bulan yang keenam AYA YOKA buang kotoran yang besar dan yang keluar adalah sejumlah makanan dan tumbuhan.

Hal ini diketahui oleh ibu dan sudara-saudaranya yang lain. Karena itu, ayahnya memberi nama KOYEIDABA. Alasan pemberian nama KOYEIDABA karena ialah yang membawa keselamatan bagi keluarga itu untuk bebas dari kemiskinan. Berita tentang KOYEIDABA semakin tersebar dalam masyarakat. Setelah beberapa lama ayah dan ibu dari keluarga itu meninggal, segala urusan keluarga diatur dan ditangai oleh KOYEIDABA. Mulai saat itu KOYEIDABA banyak memproduksi makanan dan barang-barang seperti kulit kerang (mege). Pada suatu saat ia memproduksi dua ekor babi. Dua ekor babi itu dikurung di dalam rumah yang dipagar keliling.

Sepanjang hari KOYEIDABA tinggal di rumah dan memproduksi makanan dan barang- barang yang lain. Pada suatu saat Yegaku mengintip KOYEIDABA, lalu menyebarkan berita itu, sehingga tersebar luas dalam masyarakat. Pada waktu itu, keluaga KOYEIDABA hidup berkelimpahan, sedangkan orang lain sedang dalam kelaparan besar. Karena itu, KOYEIDABA mulai dicurigai orang bahwa, ialah yang merampas semua bahan makanan untuk keluarganya. Oleh karenanya, orang bersepakat membunuhnya. Pada saat itu, keluarga saudaranya Neneidaba dan Nookuu diperintahkan oleh KOYEIDABA pergi mengambil “Touye Kapogeiye” artinya buku kehidupan (Touye Kapogeiye sekarang dipandang sama dengan Kitab Suci) ditempat yang jauh. Waktu mereka pergi, tiba-tiba rumah mereka dikepung. KOYEIDABA melarikan diri ke suatu bukit, namun orang berhasil memanahnya dan membunuhnya di tempat itu. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, KOYEIDABA berkata:

1) Saya mau memberikan kamu makanan dan kekayaan, namun kamu tidak mengerti saya dan kamu membunuh saya, karena itu sekarang berusahalah sendiri dengan susah payah.
2) Peliharalah dua ekor babi itu.

Akan tetapi, sejumlah orang kembali ke rumah KOYEIDABA untuk membunuh kedua ekor babi itu. Mereka mengambil kedua ekor babi itu dan memotongnya bersama-sama dengan mayat KOYEIDABA. Lalu dimasak kecuali bagian kepala dari KOYEIDABA dan babi. Sementara itu, Neneidaba dan Nookuu pulang dengan membawa “Touye Kapogeiye” artinya buku kehidupan. Dari kejauhan terdengar tangisan Yegaku. Setelah sampai di rumah, mereka dikepung oleh masyarakat. Neneidaba lari ke arah Barat melalui suatu lorong goa. Sedangkan saudaranya Nookuu dengan “Touye Kapogeiye” melarikan diri ke arah Timur. Namun ditengah jalan ia berhasil ditahan, ia menyerahkan diri dengan mengarah ke Barat dengan syarat dipanah bagian belakangnnya. Sementara dipanah ia berteriak “Saya tinggalkan hal yang tidak baik” (tookabu toogookabu kiyayaikaine). Walaupun ia dipanah, ia tidak mati disitu melainkan ia lari terus ke arah Mapia. Versi ceritera lain mengatakan, ia masuk ke dalam sebuah goa lalu tembus ke dunia lain.

Orang-orang yang mengejarnya, dari arah Barat dan Timur kembali ketempat pemotongan KOYEIDABA. Kepala KOYEIDABA dan perut babi menutupi lobang goa bagian timur dan kepala babi yang satunya dengan perut KOYEIDABA menutupi lobang goa di sebelah Barat. Setelah itu, orang-orang yang membunuh KOYEIDABA pulang ke rumah dengan sorak sorai (Yuuuwaita). Maksud mereka membunuh KOYEIDABA adalah untuk mengambil dan memiliki rahasia kekuatannya demi kepentingan mereka. Untuk itu, jantungnya diperiksa lebih dahulu untuk menyelidiki apakah jantungnya berbeda dengan jantung yang normal. Setelah diperiksa, ternyata jantungnya normal saja. Pada siang hari terjadi kegelapan dan pada malam harinya terjadi gempa bumi yang dahsyat. Dulunya situasi aman, namun sejak itu, situasi menjadi kacau, penuh dengan peperangan, kematian dan pederitaan.

Pada waktu KOYEIDABA hidup, ia punya rahasia. Benda rahasia itu ditinggalkannya dalam bentuk bungkusan. Pada masa ini orang berusaha mencari bungkusan itu dalam aliran Utoumana, bahkan misionaris Belanda yang datang ke sini berbuat itu. Neneidaba dan Nookuu akhirnya sampai di Belanda dan menyerahkan kepada orang-orang Belanda buku kehidupan (Touye Kapogeiye) sehingga mereka mengetahui rahasia dan mereka lebih maju dari pada kita. Tetapi “Touye Kapogeiye” yang orang Belanda terima hanya lembaran kecilnya saja, sedangkan buku aslinya masih tersembunyi. Karena itulah orang Belanda datang untuk mencarinya.


C. KESELAMATAN MENURUT ORANG MEE

Untuk melihat pengertian keselamatan dalam budaya, kami bertolak dari mitos diatas. Mitos yang menceriterakan seorang tokoh yang bernama KOYEIDABA.
Maksud keselamatan dalam budaya suku Mee dapat kami rumuskan di bawah ini kontras. Masksud keselamatan itu sendiri adalah tidak terjadinya kesengsaraan. Itu berarti hidup aman, tertib, damai, tenang, dan bersatu padu, tidak terjadi kelaparan, peperangan, kemiskinan dan penderitaan. Sedangkan kesengsaraan berarti terjadinya kekacauan, peperangan, kemiskinan penderitaan, hidup dalam ketidakamanan, dalam ketidaktertiban, ketidakdamaian, ketidaktenangan, permusuhan (peperangan suku) dan kelaparan.


D. SIAPA YANG MEMBAWA KESELAMATAN

Dalam mitos dikatakan bahwa, pada waktu KOYEIDABA masih hidup, ia mengasilkan benda-benda seperti makanan, babi, mege( kulit kerang yang berfungsi sebagai uang) dan lain-lain. Ia punya rencana untuk membebaskan mereka dari situasi pesengsaraan, namun mereka terlanjur membunuh dia. Ia juga meninggalkan babi untuk dipelihara oleh mereka, namun mereka tidak mengindahkan hal itu. Setelah KOYEIDABA dibunuh, terjadilah kesengsaraan. Karena itu mereka mendambahkan keselamatan pada sekarang. Diyakini bahwa Keselamatan itu nanti akan dibawa oleh KOYEIDABA.

Nookuu yang membimbing mereka dalam hidup mereka sekarang ini hanya menyiapkan kedatangan KOYEIDABA. Jadi dia berfungsi sebagai pengantara sementara. Pada saatnya KOYEIDABA sendiri akan datang untuk memberikan kekayaan dan kemerdakaan. Dalam rangka itulah Nookuu menyiapkan kedatangan KOYEIDABA. Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya( dalam aliran Utoumana) dengan mempertahakan benda–benda asli seperti petatas (Kadakaga), babi dan beberapa jenis makanan lainnya. Sebab menurut mereka, semua jenis makanan akan hilang, kecuali makanan yang ada waktu KOYEIDABA masih hidup( makanan asli).

Kemudian mereka juga menjaga kebersihan, hidup dalam ketenangan, hidup berkelompok, saling membantu, tidak membuat keributan dan perkara. Semua itu dilakukan dibawa bimbingan dan perintah dari Nookuu.

Dalam versi lain dikatakan bahwa, keselamatan itu akan diberikan oleh KOYEIDABA dengan cara memberikan kemerdekaan dan kekayaan kepada mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa, yang menjadi pembawa keselamatan adalah KOYEIDABA.


E. YESUS KOYEIDABA

Dalam keyakinan suku Mee, tokoh mitos yang diyakini sebagai pembawa keselamatan adalah KOYEIDABA, sering disamakan dengan diri Yesus. Atau dengan kata lain, Yesus diberi gelar KOYEIDABA. Bahkan suku Mee meyakini Yesus adalah KOYEIDABA.

Meskipun demikian, tetap ada perbedaan dan kesamaan antara Yesus dan KOYEIDABA. Perbedaan dan kesamaan itu adalah sebagai berikut:

Perbedaan yang sangat mendasar adalah Yesus dianggap sebagai tokoh historis. Sedangkan KOYEIDABA adalah tokoh mistis. Kesamaannya adalah KOYEIDABA dan Yesus lahir dalam situasi orang sedang menderita. Dalam situasi ini KOYEIDABA dan Yesus dilahirkan untuk menyelamatkan manusia. Antara KOYEIDABA dan Yesus secara hakiki juga memiliki perbedaan. KOYEIDABA memproduksi makanan dan barang- barang dalam rangka menyelamatkan manusia di dunia ini. Lain halnya dengan Yesus, Ia melakukan karya keselamatan dalam rangka perspektif Kerajaan Allah. Artinya bahwa, peristiwa keselamatan yang dilakukan oleh Yesus seperti, menyembuhkan orang sakit, memberi makan orang, membangkitkan orang dan lain sebagainya. Yesus mau menunjukan bahwa, Kerajaan Allah sudah hadir kini dan di sini.

Selain dalam hal keselamatan, ada juga dalam hal mujizat. KOYEIDABA dan Yesus juga melakukan mujizat. Mujizat yang dilakukan oleh KOYEIDABA adalah memproduksi makanan dan barang- barang. Demikian pula halnya dengan Yesus, Ia melakukan banyak mujizat (menyembuhkan orang sakit, memberi makan orang banyak dsbnya). Namun fungsi mujizat yang dilakukan oleh KOYEIDABA dan Yesus berbeda. Mujizat yang dilakukan oleh KOYEIDABA berfungsi untuk melepaskan suku Mee dari kekurangan dan kelaparan yang mereka alami. Sedangkan mujizat yang dilakukan oleh Yesus mau mendukung perkataan-Nya bahwa Kerajaan Allah itu sudah hadir sekarang ini.

Demikian pula dalam hal pemberian tubuh mereka yang dijadikan sebagai makanan atau santapan. KOYEIDABA tubuhnya dipotong- potong, dibagi- bagi dan dimakan. Sama halnya dengan Yesus, bahwa dalam Perayaan Ekaristi kita menyantap atau makan tubuh-Nya. Tetapi tetap saja ada perbedaan antara keduanya. Tubuh KOYEIDABA adalah dagingnya yang dimakan, sedangkan tubuh Yesus dimaksudkan sebagai lambang kenangan akan Dia dalam rupa Roti dan Anggur.

Ketika KOYEIDABA mau dibunuh ia tidak melawan dengan kekerasan. Begitu pula dengan Yesus ketika Ia mau ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan dengan kekerasan.
Bahkan waktu KOYEIDABA mau meninggal ia meninggalkan wasiat, amsal, nasihat kepada mereka. Amsal, nasihat yang lebih lengkap terdapat dalam buku yang dikenal dengan nama Totamana. Ini sering dianggap sebagai injil mereka. Sebab di dalamnya terdapat ajaran tentang bagaimana mereka harus hidup. 

Walaupun demikian, tetap berbeda dengan injil di dalam injil sendiri terdapat nasehat- nasehat yang berkaitan dengan Kerajaan Alllah, sedangkan ajaran KOYEIDABA (totamana) menyangkut bagaimana cara hidup di dunia agar lebih baik.

Hal lain yang dapat disamakan adalah ketika KOYEIDABA meninggal, terjadi kegelapan dan gempa bumi. Demikian halnya ketika Yesus meninggal terjadi hal yang sama. Akhirnya hal lain yang dapat disamakan adalah keyakinan akan roh yang masih hidup. Sebagaimana roh KOYEIDABA masih hidup dan sedang berkarya sekarang ini, demikian pula dengan Roh Yesus yang masih ada dan sedang berkarya.

***
------------------------
Sumber:
Suara Fajar Timur. Berkristologi Dalam Konteks Budaya. Jayapura: Labor, 1996.
Tulisan lain: https://tonawude.wordpress.com/renungan-touiye/

Posting Komentar

0 Komentar