About Me

header ads

Hari HAM, Massa Aksi di Dogiyai Dihadang dan Dipaksa-bubar Aparat Gabungan

Gabungan Aparat TNI/POLRI menghadang Massa Aksi di Pertigaan Pasar Baru Tokapo, Dogiyai (11/12/2017. Doc. Gustik.


Dogiyai, Jelatanews – Massa Aksi peduli Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikomandoi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Dogiyai memperingati Hari HAM Se-Dunia dengan melakukan turun jalan menuntut Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua untuk diusut tuntaskan, namun  sayang, aksi kali ini belum bisa berhasil karena dihadang gabungan aparat keamanan (TNI dan POLRI), yang kemudian membubarkan massa aksi.  

Pembubaran masa aksi dilakukan tepat di pertigaan pasar baru, Tokapo, Desa Ekemanida, Kabupaten Dogiyai, Senin, 11/12/2017.

Dalam penyampaian Aparat gabungan yang disampaikan salah satu  anggota kepolisian di hadapan massa aksi,  aksi tersebut tidak memenuhi prosedur perijinan, sebab menurut aparat gabungan TNI dan POLRI belum memasukan surat ijin aksi. 

“Kami tidak menghendaki melakukan demo hari ini, harusnya jauh sebelum menurunkan massa terlebih dahulu memberitahukan kami (Aparat Gabungan Red), ini hasil koordinasi dengan bapak Kapolres,” katanya.

Lain hal dengan massa aksi, ketua KNPB Dogiyai, Yames Pigai mengaku sudah mendatangi kantor Polisi Sektor Kamuu dan sudah layangkan pemberitahuan. Namun, kata dia, pihak kepolisian mengarahkannya ke POLRES Nabire, tapi karena jarak yang jauh pihaknya belum mendatangi kantor Porles Nabire.

“Bukan hanya itu saja, kalau sudah memberitahukan ke polsek setempat berarti itu sudah sah, soal masukan surat ke POLRES Nabire ini kembali koordinasi mereka (Pihak Kepolisian),”  ungkapnya.
Pembubaran masa dilakukan di titik temu, pertigaan Pasar Baru Tokapo ketika masa aksi masuk ke arah pasar untuk melakukan long march. Namun  aparat gabungan yang datang dari belakang lambungi masa, kemudian menghadang masa aksi dengan maksud untuk memberhentikan aksi long march mereka. 

Selang beberapa menit, antara gabungan aparat keamanan dan massa aksi sempat terjadi negosiasi, dengan harapan agar KNPB membubarkan diri. 

Dengan tegas, aparat kepolisian menyuruh menurunkan pamflet, spanduk dan atribut lainnya yang dibawah massa aksi. Tidak hanya itu, saat masa aksi bubar, aparat menendangi anggota masa aksi dari bagian belakang.

Yames Pigai, Ketua KNPB Wilayah Dogiyai di Moanemani seusai pembubaran Massa Aksi oleh aparat gabungan mengatakan, massa turun aksi dalam rangka memperingati hari HAM sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember, tetapi aparat gabungan TNI/POLRI membubarkan massa aksi secara paksa, padahal sehari sebelumnya mereka sudah memberikan surat pemberitahuan aksi ke polsek Moanemani.

Menurut Yames Pigai, pembubaran massa aksi itu dilakukan pihak keamanan tanpa alasan yang jelas.
Paul Auwe, seorang Aktivis HAM menambahkan, tindakan penghadangan aparat keamanan itu melanggar undang-undang No. 9 Tahun 1998 Tentang hak kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Maka itu, dirinya meminta kepada penegak hukum agar menegakan hukum secara baik dan adil.
Sementara itu, menurut Benny Goo, penanggung jawab aksi, tindakan penghadangan TNI/POLRI itu menunjukan upaya pembungkaman kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Dogiyai.
Kemudian Benny Goo juga mempertanyakan kesiap-siagaan pasukan TNI dan Brimob yang notabene menyalahi tupoksinya.

“Kenapa ada tentara, sementara tupoksi mereka adalah mempertahankan Negara?“ tanya Benny tegas.

Lanjutnya, yang mengamankan massa bukan tentara atau brimob, tetapi sebenarnya polisi. Kehadiran tentara dan brimob dalam tindakan penghadangan itu seakan Dogiyai merupakan daerah operasi militer. Padahal menurutnya, massa aksi dari KNPB itu melakukan aksi damai, mereka juga tidak melakukan tindakan anarkhis.

Untuk menindaklanjuti aksi tersebut, pihaknya berkomitmen akan turun aksi lagi hari Senin depan, 18 Desember 2017 untuk menyampaikan tuntutan mereka yang tertunda. Tuntutan yang pertama adalah meminta untuk menuntaskan seluruh pelanggaran HAM yang terjadi di Papua pada umumnya dan Dogiyai pada khususnya, baik yang terselidiki oleh Komnas HAM maupun yang belum terselidiki. Dan tuntutan yang kedua adalah penuntasa kasus Paniai Berdarah, dimana pada 8 Desember 2014 lalu terjadi pembunuhan terhadap 4 pelajar.

Untuk surat pemberitahuan aksi kepada pihak keamanan, dirinya mengatakan kalau hal itu akan diberikan jauh sebelum aksi damai itu akan dilakukan nanti.

“Kasus-kasus pelanggaran HAM itu harus diselessaikan di pengadilan internasional, bukan di pengadilan Indonesia,“ tutupnya.


(Jelatanews/Gustik-Ibogoo)

Posting Komentar

0 Komentar