About Me

header ads

Dosen Antropologi Uncen: Bangun Pendidikan Kurikulum Budaya di Sekolah-Sekolah

Dosen Antropologi Di Uncen, Papua, Mientije D.E Roembiak Saat Menyampaikan Materi
di STFT, Fajar Timur, Padang Bulan. (Foto: Alexander Gobai/KM)

Jayapura, (KM)---Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Cendrawasih (Uncen), Papua, Mientije D.E Roembiak, mengatakan, masa kini anak muda Papua sudah lupa dengan budayanya sendiri.
Agar filosofi budaya itu terbangun dan mengenal kembali oleh generasi masa kini, perlu membangun kembali pendidikan kurikulum budaya dengan istilah membangun satu mata pelajaran muatan lokal budaya di sekolah-sekolah, baik di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
“Memang filosofi dari Indonesia terhadap kehidupan rakyat Papua di Papua dalam konteks budaya sudah hilang. Apalagi cara pendidikan zaman Indonesia tidak sesuai dengan apa yang menjadi budaya di Papua. Seperti teori menangkap ikan dan cara bertani sudah hilang. Kurikulum kehidupan Jawa yang dibangun di Papua,”Kata Roembiak, Kamis, (02/06/16), saat memberikan materi tentang dimensi ham dan gender bagi metodologi penelitian antropologi Papua di Aula STFT Fajar Timur, Padang Bulan, Abepura.
Kata dia, pada zaman belanda ada yang namanya pendidikan budaya. Jadi, anak-anak Papua diajarkan untuk membuat noken, perahu dan lain-lain. Hal ini dilakukan sebagai pendidikan kerajinan tangan atau muatan lokal.
Sesunggunya, lanjutnya, muatan lokal untuk membuat kerajinan tangan itu ada di kampung-kampung, seperti, kebudayaan dan materialnya seperti bahan untuk membuat noken asli dan lainya.
Pihaknya mengatakan, tetapi, di masa kini anak muda Papua lupa dengan budaya. Hal ini, perlu dilakukan pendidikan bersama guru-guru di sekolah-sekolah dan orangtua di rumah, untuk belajar tentang budaya.
Ia mengharapkan, orangtua yang masih hidup perlu mengajarkan budaya kepada anak-anaknya,”katanya.
Sementara itu, Salah Satu Peneliti penelitian Antropologi di Papua, Veronika Kusmayati, mengatakan, penelitian Antropologi harus menjadi bagian dalam komunitas. Jadi,  selain  melakukan wawacara dan survei, perlu juga menjadi bagian dalam komunitas dengan masyarakat.
“Agar relasi dan komunikasi itu baik. Maka, untuk mendapatkan masalah tentangan kebudayaan akan kita tahu secara mendalam,”katanya.
(Alexander Gobai/KM)

Posting Komentar

0 Komentar