About Me

header ads

Benny Giay: Membangun Papua Harus Dimulai Dari Pikiran dan Hati

Ketua Sinode Kingmi di Tanah Papua, Dr. Pdt. Benny Giay, Saat Memberikan Materi
di Aula STFT, Padang Bulan. (Foto: Alexander Gobai/KM)
Jayapura, (KM)---ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) di tanah Papua, Dr. Pdt. Benny Giay, mengatakan, dengan penuh percaya dan keyakinan diri bahwa kalau membangun Papua harus dimulai dari pikiran dan hati yang sangat suci.
“Kita sebagai anak adat dan anak Papua, kalau mau membangun Papua harus dimulai dari pikiran dan hati yang tulus dan dengan sungguh-sungguh,”kata Giay, Rabu, (01/06/16) Saat Memberikan Seminar Metedologi Penelitian Kritis dengan Thema: “Emansipasi dan Pembanguan di Papua Pergumulan Antropologi dan Teologi” di Aula STFT, Padang Bulan, Jayapura, Papua.
Kata dia, tanah Papua tidak seperti yang dibayangkan di tahun-tahun  di bawah kaki Negara bangsa Indonesia itu. Banyak kekerasan yang terjadi di Papua dan untuk menyikapi hal itu gereja tidak tinggal diam untuk menyikapi.
“Proses-proses itu sudah dimulai  dari gereja untuk mematahkan kejahatan yang dilakukan oleh Negara terhadap umat-umat Allah di Papua,”katanya saat pemaparan materinya.
Lanjutnya, secara teologis manusia itu punya ada dua hal yang harus percaya. Bahwa manusia itu punya akal dan watak. Ada watak yang destruktif. Yang sifatnya puas sendiri. Tetapi, ada watak yang baik, seperti mencintai dan solidaritas.
“Nah, thema ini juga mengajak kita untuk tumbuhkan hal-hal yang baik dan mematahkan kejahatan. Sebagai contoh, kalau dalam gereja itu terlihat ada sejarahnya, yang tujuanya mematahkan kejahatan,”kata Giay terhadap peserta mahasiswa.
Zaman sekarang, bisa dilakukan diolog dan diaolog itu sebagai salah satu ungkapan nabi kebenaran. Agar orang-orang benar-benar percaya atas kebenaran itu. 
Menurutnya, dekolonisasi harus dilakuakn dengan jalan benar melalui pikiran kita. Sebenarnya proses-proses ini harus dilakukakan berdasarkan sejarah gereja.
Sementara  itu, Pastor Jhon Djonga, mengatakan, untuk membicarakan masalah besar maupun kecil, harus kembali pada honai. Segala sesuatu harus dibicarakan dalam honai. Itulah ciri khas orang Papua.
“Kita makan, duduk secara bersama-sama guna menyelesaikan masalah secara bersama dalam satu honai itu,”ungkapnya dalam materi yang disampaikan dalam pamaparan matri kedua.
(Alexander Gobai dan Yudas Nawipa/KM)

Posting Komentar

0 Komentar