About Me

header ads

Nasib Sang Juru Parkir Liar

Oleh: Emelianus Tebai

 


Setiap hari terlihat saja  kendaraan roda dua maupun empat yang hendak keluar-masuk dari halaman sebuah rumah makan. Rumah makan itu bernama ‘Maju Jaya’. Rumah makan tersebut terletak di samping lampu merah Kampkey, Abepura.

Pengunjung yang datang mengecap rasa makanan, tak hanya warga setempat, tetapi dari berbagai wilayah yang ada di Kota Jayapura seperti Waena, Sentani dan Entrop pun turut datang menggunakan kendaraan. Jika begitu, tentu saja membuat halaman rumah makan itu penuh dengan kendaraan. Oleh sebab itulah, Ruben menjaga dan mengatur tempat parkiran kendaraan.

Di Kota Jayapura, orang yang berhak menjaga parkiran adalah mereka (Petugas Parkiran) yang ditugaskan oleh dinas Tata Kota. Petugas parkiran biasanya dibekali dengan beberapa atribut parkiran, seperti karcis, peluit dan pakaian.  Tetapi, Ruben adalah petugas parkiran liar, yang tidak mempunyai atribut parkiran. 

Meski demikian, ia telah mengetahui seluk-beluk menjadi seorang juru parkiran. Seketika kendaraan keluar, ia tagih uang seribu rupiah untuk roda dua dan dua ribu rupiah untuk roda empat. 

Ia menghabiskan hari hidupnya di halaman rumah makan itu. Ia tak mengenal lelah dan panas hanya menjaga parkiran demi menghidupi kehidupannya. 

Suatu pagi, ia dengar informasi dari teman juru parkir ruko di samping tempat penjagaannya, bahwa sebentar sore ada sweeping yang akan dilakukan oleh pihak dinas dan polisi. Walau ia tahu belakangan ini selalu ada sweeping terhadap juru parkir liar, yang biasanya berujung pada pemukulan dan penahanan di Kantor Polsek Abepura – tetapi ia bertahan mengatur dan menjaga pemarkiran kendaraan.

Teman parkirnya pamit pulang karena beberapa jam kemudian akan diadakan sweeping. Ruben tidak peduli dengan sweeping yang akan dilakukan. Ia masih tetap jaga parkiran, karena kali ini ia berniat mau menyampaikan beberapa hal mengenai tempat yang siang harinya ia habiskan. Yakni tempat dimana ia menyandarkan keberlangsungan hidupnya. 

Ruben bertanya dalam hatinya, kenapa polisi larang kami (Juru parkir liar) menjaga parkiran, padahal kami (Juparli) jaga di tempat yang kosong? Kenapa pula mereka melarang kami (Juru parkir liar) padahal kami menjaga kenyamanan kendaraan?

‘Wiu, wiu, wiu...’ bunyi sabara terdengar. Mobil Sabar terhenti di depan Ruben yang tengah mengatur kendaraan.

“Itu sana, ko juru parkir liar too...’ kata salah seorang polisi.

“Benar, saya juru parkir liar,” jawab Ruben jujur. “Sebelum kamu tahan dan bawa saya, saya mau ketemu dengan kepala Dinas Tata Kota,” lanjutnya.

“Itu sana,” kata seorang polisi sambil menunjukan jari tanganya ke arah kepala Dinas Tata Kota. Ruben menjurus ke arah kepala Dinas Tata Kota untuk menyampaikan maksud hatinya.

“Bapak, tempat ini tidak ada juru parkir yang mengatur kendaraan, padahal banyak kendaraan yang selalu keluar masuk sehingga saya parkir disini,” kata Ruben. Lanjutnya, “Beberapa hari yang lalu motor hilang saat parkir disini ketika pemiliknya sedang makan. Bahkan kendaraan yang hendak keluar dan masuk selalu tabrak dengan kendaraan yang sedang melintas di jalan raya, karena tidak ada orang yang mengarahkan, makanya saya jaga disini.”

Kepala Dinas Tata Kota merasa ada benarnya dibalik ungkapan Ruben, makanya ia mempercayakan Ruben jadi juru Parkir di Rumah Makan Maju Jaya. Ia juga berjanji kepada Ruben untuk membawakan atribut juru parkir.

Besok paginya, Kepala Dinas datang antar pakaian seturut janjinya. Kini ia mengenakan busana  dinas sebagai juru parkir dan ia setia menjalankan tugasnya setiap hari. Yakni mengarahkan, mengatur dan menjaga kendaraan yang masuk ataupun keluar dari rumah makan tersebut.

Posting Komentar

0 Komentar