About Me

header ads

PUTERA DARI GUNUNG WEILANDS BERSUARA AKU BUKAN ANAK TIRI DI NEGERI SENDIRI



PUTERA DARI GUNUNG WEILANDS BERSUARA  AKU BUKAN
ANAK TIRI DI NEGERI SENDIRI
By: Yulianus Bukihapai Edowai

“ Negeri Kami Negeri Jaya. Samudera Kami Samudera Viktory. Sungai dan Air kami Yordan. Kami hidup di atas Emas. Kami berenang di atas Minyak. Kami minum di atas air baptis Suci. Tapi itu bukan kami punya.”
Nukilan ini di comot dari surat rintihan Pelajar dan Mahasiswa Papua di rantau.  Surat ini hendak menyasar kepada perjuangan masyarakat Papua untuk memperolah hak specialnya alias istimewanya.
Seperti halnya nukilan  tersebut di atas,saya telah membaca tulisan-tulisan yang dilukiskan oleh Bapak Klemen Tinal,beliau selaku orang nomor  2 (dua) di tanah Papua dan beliau sering menyuarakan,bila masyarakat Papua memiliki tambang emas  terbesar ketiga di dunia.  Bicara perjuangan kemerdekaan,orang papua juga tak absen dan ikut turun berperan membangun Indonesia.  Rakyat Papua mempunyai Sumber Daya Alam yang melimpah. Kami memiliki tambang,emas,perak, minyak gas, hutan,kebun kelapa sawit,dan rotan ,ikan lautan Papua.
Segala kekayaan ini telah memberikan sumbangan dana terbesar kepada Republik Indonesia.  Perolehan pajak dari Freeport,Brith Petroleum (BP) dari Bintuni,Manukwari ,minyak di Sorong, dari Perusahaan Pengolahan Kayu Besi dan Kayu Putih di Dogiyai sebelah selatan Wotai,Digiyou,Uta dan Unito dan juga perusahaan minyak kelapa sawit di seluruh tanah Papua.
Semua perusahaan –perusahaan asing ini telah lama dan banyak mengambil  keuntungan dan laba sejak beroperasi 16 Feburuari 1923 kalender menurut Gergorian,guratan sejarah Papua di mulainya, tentunya saja  menurut beliau Tinal tidak mengingkari bahwa perusahaan-perusahaan ini juga memberikan tempat bagi pekerja-pekerja dari rakyat Papua.
Tetapi sayangnya kekayaan alam yang dimiliki oleh Papua tidak membuat orang asli Papua sejahtera. Orang-orang asli Papua hidup dalam kemiskinan,bodoh dan terbelakang serta terpinggirkan  dalam struktur kehidupan sosial di Tanah Papua.
Bilamana ditanya kepada penulis, apakah yang salah selama ini yang menyebabkan orang asli Papua hidup  dalam penderitaan dan kehinaan di negerinya sendiri?  Mungkinkah ini karena budaya rakyat Papua itu malas dan tidak cenderung bekerja keras? Atau mungkin karena politik marginalisasi  terhdap orang asli Papua?
Sahutnya,lihatlah  betapa menyediakan kehidupan orang asli Papu,di sudut-sudut jalan di kota-kota besar di Papua yang Yulianus pernah jalan,seperti di Timika,Jayapura,Nabire bahkan Dogiyai,Deiyai, Paniai serta seluruh Kota-kota besar di Papua; di depan mall besar,Suppermarket, di pinggir jalan raya,mama rakyat Papua ku yang tercinta,mereka terpaksa  berjualan hasil bumi beralaskan daun pisang, atau pun karton-karton rusak serta bertahan tada hujan dan panas terik matahari sepanjang hari perhari.  Dipasar-pasar tradisional,orang proto Papua hanya mampu menjual pinang,kala modal dengan pedagang pendantang yang mampu mengamas jualannya dengan lebih berupa-rupa. Di terminal-terminal kaum pendatang lebih banyak mendominasi warung-warung makan. Sektor retail  di kuasai oleh para pendatang dan pemilik modal besar. Praktis orang-orang proto Papua  hanya menguasai sektor ekonomi yang paling kecil.
Mungkinkah generasi orang proto Papua  akan mampu bertahan dengan kondisi dan suasana seperti itu?  Mungkinkah orang proto papua dapat berkompetisi  secara kompetitif  dengan pendatang atau perusahaan  besar ketika mereka tidak memiliki pengetahuan  dan kekuatan modal? Mengapa kami kita orang proto Papua  tidak mampu mendominasi  hirarkis tertinggi dalam struktur ekonomi  dan sosial di negeri kita sendiri? Tidak kabulkan saya kalau melakukan proteksi  ekonomi bagi orang asli atau proto Papua samapai mereka mampu untuk berkompetisi dengan sehat?  Belum lagi kondisi yang memprihatinkan di pegunungan Weiland sert seluruh pegunungan tengah Papua dan bahkan Kampung-kampung terpencil.
Menurut pimpinan sekaligus bapak bagi orang asli Papua Bapak Lukas Enembe,S.IP.,M.H ,pun juga pernah bertutur,dalam bukunya “Buku Papua antara Uang dan Kewenangan” bahwa  saya akan terus bekerja keras membuat rakyat Papua mandiri dalam bidang ekonomi agar mereka dapat hidup sejahtera di atas  tanh dan negeri mereka. Saya salalu kepada jajaran saya,tokoh adat,tokoh agama,bahwa kita tidak boleh membirkan mereka tampa bantuan,kita tidak boleh menginggalkan pertanyaan-pertanyaan di kepala kita lalu diam tampa berbuat apa-apa. Keadaan ekonomi kita yang lebih baik dan memiliki kempauan lebih harus  dapat menolong mereka,kita akan sangat berdosa di hadapan Tuhan jika membiarkan mereka berada dalam kemiskinan./(pungkas Enembe).
Soal itu dilihat sesuai dengan topik opini di atas oleh penulis bahwa pembagian dari hasil kekayaan dan upety alam di Papua harus dibagi dengan prinsip-prinsip keadilan. Pembagian ini harus adil dalam melihat suasana Papua yang  masih sangat tertinggal jauh dalam berbagai aspek, jika di bandingkan dengan pulau-pulau lain yang begitu melimpah kekayaan alamnya di dunia,sebab mereka sudah jauh tinggi, hampir di langit di atas kita orang Papua. Sesungguhnya itu,pemerintah pusat dan Pihak Freeport harus melihat kesulitan pembangunan di Papua dengan nurani nya bukan soal laba dan kepalitan.  Persingan yang tidak sehat dan kompetitif  dengan orang pendatang sebagai salah satu penyebab tersebut.Dan penulis sebagai pecinta negeri Papua sehingga tidak akan membiarkan kondisi Negeri ku di Papua semakin memburuk. Tepai disini penulis mencintai dari kekuatan kebodohan,dan kejemberan buakan dari punya kapasitas dan manusia miliarde/kapital itu tetapi ,ku tetap tidak akan membiarkan demi kondisi negeriku di Papua yang semakian membruk.
Hasil dari kakayaan alam dan upety-upety berharga dari tanah Papua punya Iimpian dan  hrapan yang sangat tinggi, bahwa menjadi semua hasil dari kekayaan sumber daya alam di Papua  harus dapat menjadi modal kebangkitan ekonomi,pendidikan dan kesehatan di Papua. Menurut putera dari gunung weilands,bahwa  dengan modal kapital ini,penulis ingin bagi para intelektual-intelektual Papua semustinya membangun ketrampilan orang asli Papua  untuk dapat berkopetisi secara kompetitif.
Pandangan tentang itu dari putera asal gunung weilands di pegunungan tengah Papua,untuk melakukan semua itu butuh uang yang besar, Papua akan berjuang untuk melindungi kekayaan alamnya dari pencurian, dan pembagian yang tidak adilan yang selama ini di biji mata penulis lihat dan rasakan.  Rakyat ku Papua bukanlah manusia-manusia yang kelas dua, kami orang asli Papua mampu berkompetisi secara kompetitif  dan sehat, hanya saja permasalahan akses dan kesempatan sering tidak memihak kepada kami orang asli Papua.
Penulis sebagai jati diri anak negeri di atas Tanah Papua ku, asal Putera dari Gunung Weilands di Pegunungan tengah Papua,punya impian dan harapan ,bahwa semoga Tuhan dikehendaki penulis suatu kelak memiliki kepala bagian dalam suatu instansi didinamika roda pemerintahan di Papua,berarti bahwa kekuatan kapital ini mampu membuat  perubahan radikal di Papua,dan jika kami diberi keluasan wewenang dalam mengatur semua kekayaan alam dan semua potensi yang dimilikinya.  Saya ingin dengan kekuatan capital ini dapat meningkatkan kualitas orang asli Papua menjadi lebih beradab dan terpelajar,menebar nilai-nilai kejujuran,kasih,penghargaan kesesamaan hak dan sedawal serta derajad terhadap sesama.
Sesungguhnya it,Freeport harus menjadi mitra dari peningkatan sumber daya manusia,pembangunan insfrastruktur pendidikan, kesehtan dan menjadi pendorong  bagi kegiatan ekonomi di Papua. Papua sudah banyak memberikan keuntungan bagi Freeport,dan saatnya Freeport membals”Budi” dengan semua kekuatan kapital yang dimiliki Freeport untuk meningkatkan  kesejahteraan orang asli Papua.
Dalam hal  kontrak karya, semestinya ada langkah dan tahapan yang terukur secara komperhensif  antara pemerintah Puasat,Pemerintah Daerah dan pihak Freeport. 
Putera asal gunung Weilands,teringat kembali mata kuliah Alternatif Dispute Resulation atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR/APS),sejak penulis duduk di bangku hijau pada kampus merah di hukum Uncen,karenanya adalah lisut kalau pemerintah Papua tidak di libatkan dalam proses re-negosiasi,termasuk skema disvestasi  Freeport. Keterlibatan rakyat Papua dalam re-negosiasi  menjadi sangat penting  bagi masa depan Freeport dan Papua.
Bila melihat amanat atau ketentuan UU NO. 21 /2001  Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua, bahwa “ perjanjian internasional yang dibuat  oleh pemerintah yang hanya terkait  dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat Petimbangan Gubernur dan selaras dengan Peraturan Perundang-Undangan .” Ini senada dengan Keppers Nomor 3 tahun 2012  tentang Tim Evaluasi untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara,dimana proses  evaluasi Kontrak Karya melibatkan Pemerintah Daerah.
Menurut Petera asal gunung weilands  tentang Pemerintah daerah perspektif  soal Freeport,bahwa dalam pandangan pemerintah daerah ,PT.FREEPORT INDONSEIA  harusnya memberikan kontribusi  yang lebih besar  dalam pembangunan  Papua. Re-negosiasi  Kontrak Karya sebagai bagian dari kerangka fisikal  yang afrimatif  dan dalam kerangka Otonomi Khusus Plus . Kebijakan Re-negosiasi  ini win-win solution bagi semua elemen masyarakat dan pihak.
Dibukit Rektorat Uncen Holandia Jayapura, 29  Juli 2017.Am 16:45:50,WIT.

Penulis adalah Yulianus Edowai,Mahasiswa asal Hukum UNCEN-Papua.

Posting Komentar

0 Komentar