About Me

header ads

TPKP,Diajak Aksi Damai Peduli Masalah Kesehatan di Korowai




Selebaran Aksi Demo Damai ke DPR Papua. (Istimewa)


 Masalah Pendidikan dan Kesehatan di Papua secara khusus warga masyarakat Suku Korowai perlu mendapat perhatian serius, hal ini mendorong Tim Peduli Kesehatan dan Pendidikan (TPKP) Rimba Papua bersama masyarakat Papua diajak bersama – sama , untuk aksi demo damai  ke  ke DPR Papua, yang direncanakan, hari ini, Rabu (29/3).

JAYAPURA (WOTO NEWS)  Hal ini dibenarkan  Ketua Tim Peduli Kesehatan dan Pendidikan (TPKP) Rimba Papua, Norberd Kemi Bobii, saat dikonfirmasi LintasPapua.com,  sekaligus menjelaskan, bahwa aksi damai ini dilakukan, sebagai “Refleksi Kemanusiaan ditengah derasnya Otonomi Khusus dan melimpahnya laba Freeport dan ditengah persaingan era modern.

“Masalah kesehatan yang kini diterjang hingga mengalami peningkatan derajat kesehatan di Papua perlu dipandang sebagai salah satu titik keberhasilan bagi rakyat Papua dan pemerintahan, akan tetapi tidak begitu banyak perhatian oleh berbagai kalangan oleh karena dampak perubahan yang diberikan oleh pemerintah cukup signifikan,” ujar Ketua Tim Peduli Kesehatan dan Pendidikan (TPKP) Rimba Papua, Norberd Kemi Bobii, di Jayapura, Selasa (28/3).kepada www.wotonews.blogspoot.com

 Dikatakan, Masalah Pendidikan dan Kesehatan di Papua secara khusus Korowai, perlu mendapat perhatian serius dan perlu dipandang dengan seksama bahwa ada kelonggaran berpikir dari setiap komponen yang berwenang baik mahasiswa hingga pemerintah pusat.

Spanduk Aksi Ajakan Peduli Bersama Masalah Pendidikan dan Kesehatan di Korowai (Istimewa)
“Pembiaran yang dilakukan nampaknya akan sangat berdampak terhadap angka harapan hidup yang kian menipis atau rendah. sehingga berdampak pada pendidikan dan ekonomi masyarakat setempat,” katanya.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih (Faked – Uncen) ini mengajak, untuk semua masyarakat peduli kemanusiaan kesehatan pendidikan di Papua, maka wujudkan kebiasaan diskusi kita dengan aksi demo damai kemanusiaan secara bersama di Kantor DPRP Papua hari Rabu 29 Maret 2017.

 “Korelasi antar Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemda stempat agar dapat berkorelasi bersama baik eksekutif maupun legislatif agar persoalan ini benar-benar selesai dan diperhatikan secara berkelanjutan,” kata Mahasiswa Asal Deiyai ini.

Sementara itu, Koordinator Aksi, Rusdianto Wenda menjelaskan, bahwa semua urusan untuk rencana aksi telah disampaikan sesuai prosedur kepada pihak Polda Papua dengan tembusan Polresta dan Polsek dan telah dilakukan klarifikasi untuk aksi damai tersebut.

 “Kami sudah dipanggil dan berikan keterangan dan pihak kepolisian siap mengawal semua aksi demo damai, dengan titik kumpul dari Expo Waena, Perumnas Tiga Waena dan Merpati Abepura, dimana semua kumpul di Merpati Abepura lalu jalan bersama yang dimulai sejak pukul 08.00 Pagi hingga selesai,” jelasnya.
 Wenda menilai, ketergantungan pendidikan dan berdaya juang tinggi dan creatif, nampaknya menjadi persoalan serius bangsa ini untuk memulai sesuatu demi masyarakat yang membutuhkan.

 “Tenaga sarjana yang dihasilkan dalam setahun dari berbagai lembaga pendidikan di Papua perlu menjadi tantangan bagi pribadi sarjana dan bagi lembaga pendidikan tersebut, agar mampu berkorelasi dengan pihak manapun guna menyediakan lapangan pekerjaan bagi yang berdaya juang rendah.

“Korelasi antar Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah daerah setempat, agar dapat berkorelasi bersama baik eksekutif maupun legislatif, sehingga  persoalan ini benar-benar selesai dan diperhatikan secara berkelanjutan,” harapnya.

 Disampaikan, bahwa bicara kesehatan adalah persoalan yang perlu di perhatikan karena hukum universal dan ini perlu terobosan penyelesaian masalah.

 “Masalah kesehatan dan pendidikan di Korowai perlu menjadi perhatian, selain dengan aksi ini kita harus melihat masalah kesehatan Papua secara menyeluruh, sebab mungkin pemerintah memberikan perhatian, namun kurang kontribusi keberlanjutan yang perlu diberikan perhatian lebih serius,” pesannya.

Dari informasi yang  diterima di Suku Korowai masih terdapat 7 (tujuh) suku lainya dan sekitar empat suku berada dalam posisi yang belum diketahui dan memang ada lembaga yang sedang meneliti, akan tetapi apakahini nantinya perulaku alam yaang begitu kuat atau apapun, semua membutuhkan pelayanan kesehatan dan pendidikan, selain itu berbagai penyakit akibat sarana air bersih dan juga fasilitas kesehatan yang belum memadai.

 TPKP Rimba Papua, sebelum aksi demo damai, telah melakukan aksi penggalangan dana dan terus berjuang, agar  pemerintah memberikan perhatian serius pada masalah pendidikan.

Sekilas Suku Korowai. Dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan, Suku Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun yang lalu di pedalaman Papua, Indonesia dan berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon yang disebut Rumah Tinggi. Beberapa rumah mereka bahkan bisa mencapai ketinggian sampai 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah salah satu suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka.
 Sampai tahun 1970, mereka tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain kelompok mereka. Dan Bahasa mereka termasuk dalam keluarga Awyu-Dumut (Papua tenggara) dan merupakan bagian dari filum Trans-Nugini. Sebuah tata bahasa dan kamus telah diproduksi oleh ahli bahasa misionaris Belanda, sedangkan tempat tinggal Rumah pohon Korowai, mayoritas klan Korowai tinggal di rumah pohon di wilayah terisolasi mereka.

Sejak tahun 1980 sebagian telah pindah ke desa-desa yang baru dibuka dari Yaniruma di tepi Sungai Becking (area Kombai-Korowai), Mu, dan Basman (daerah Korowai-Citak). Pada tahun 1987, desa dibuka di Manggél, di Yafufla (1988), Mabül di tepi Sungai Eilanden (1989), dan Khaiflambolüp (1998).  Tingkat absensi kampung masih tinggi, karena relatif panjang jarak antara permukiman dan sumber daya makanan (sagu).

Pada tahun 1970-an, dimana seorang misionaris Kristen datang ke Papua dan mulai hidup bersama suku Korowai. Dari misionaris ini pula lah pada akhirnya suku Korowai mempelajari bahasa mereka, yaitu bahasa Awyu-Dumut, sebuah bahasa dari wilayah tenggara Papua. Pada tahun 1979, misionaris Belanda tersebut mendirikan sebuah pemukiman yang disebut Yarinuma. Di sini tinggal suku Korowai yang telah terbuka pada dunia luar. Biasanya yang datang kemari adalah anggota suku Korowai itu sendiri.
Suku Korowai adalah suku yang tinggal di tanah Indonesia. Secara geografis, masyarakat Korowai adalah penduduk Indonesia. Namun jangan tanyakan hal tersebut oleh masyarakat Korowai, berada di perkampungan masyarakat Korowai seakan berada di tempat lain yang tidak terpetakan. Menuju ke tempat ini pun harus ditempuh dengan perjalanan udara, menelusuri sungai, berjalan kaki menembus belantara serta melewati rawa dan lumpur. (Yerri Kogopa)

Posting Komentar

0 Komentar