Foto: Dok, Prib Efendi M/KM |
Oleh: Efendi Minai
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.COM – Melihatnya realitas di tanah Papua terutama di Wilayah Meepago banyak perusahaan ilegal yang masuk oleh non-Papua, tanpa adanya kepolosan masyarakat atau pemilik tanah adat setempat, namun kehadiran perusahaan ilegal di Papua berdampak pada kerusakan alam dan tertindas bagi rakyat Papua.
Hal itu, terjadi karena tidak adanya observasi dari pemerintah dan pemilik perusahaan. Oleh karena itu saya meminta kepada pemerintah daerah jangan pura-pura tidak atau apa-apa, perlu bekerja sama antara pemerintah dan masyarakat setempat. Hal itu jika kita biarkan saja, sebentar saja akan pertumbuhan penduduk transmigrasi, urbanisasi, emigrasi, antar kota sangat pesat baik dari luar Papua maupun antara kota di Papua terutama perusahaan-perusahaan asing yang masuk melalui izin Negara Indonesia di Papua.
Penulis selalu membayangkan bahwa, ke depan di Papua mesti banyaknya transmigrasi, perusahaan pun bertambah pesat sehingga anak cucu masa depan mereka akan terancam. Sama saja tandanya bahwa tidak saling menghargai, tidak mengakui, tidak menghormati atas tanah adat kepemilikan dalam hidupnya. Oleh sebab itu sehingga terjadinya kerusakan sumber daya alam di Papua terlalu banyak di mana-mana banjir bahkan terjadi musibah longsor, akhirnya banyak orang yang berkorban.
Dampak akibat adanya membuka perusahaan kepunahan hewan-hewan karena pepohonan tebang habis sekitar ratusan hektar, saya melihat perusahaan kayu di Nabire barat di Kaladiri sangat pesat sehingga ratusan hektar habis. Di tempat pengambilan kayu, saya melihat pada tahun 2013 kelihatannya seperti kebakaran hutan dan jalan tikus terlalu banyak di tempat pengambilan kayu di Kaladiri, kemudian bulan Desember tahun 2016 saya lihat di perusahaan di sana, malahan tambah banyak penebangan pohon sehingga beribu-ribu hektar yang habis.
Saya sangat mendukung tindakan oleh Pemerintah Provinsi Papua karena Pemerintah Provinsi Papua, meminta mencabut Peraturan Gubernur Papua, Nomor 41 Tahun 2011 tentang usaha pertambangan mineral logam dan batu bara. Pasalnya Pemerintah Gubernur Papua ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara. Aturannya, sesuai dengan pasal, 37 Unang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pemberian izin wilayah untuk kabupaten di keluarkan oleh bupati, lokasi antar provinsi di keluarkan oleh gubernur dan lintas provinsi oleh menteri, dampak tak tertipnya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini adalah terjadi tumpang tindih perzinaan antara kabupaten dan provinsi, yang akhirnya hanya menguntungkan investor dan merugikan masyarakat. Menteri Provinsi mendapat data sebagai bukti dari Peraturan Provinsi ini melahirkan 56 IUP eksplorasi di seluruh Papua, sedangkan untuk Kabupaten Nabire terdapat 6 IUP dengan luas sekitar 300.000 H.
Yang jadi soal, pemberian IUP ini tanpa persetujuan dari pemilik tanah. Harta kekayaan Papua kita bisa pakai habis tetapi sayangnya generasi Papua ke depan akan apa yang terjadi, itu kita harus pertimbangkan!
Oleh karena itu, masa depan anak cucu kita tidak ada tempat untuk mereka hidup atau menempati. Hanya karena melihat realita di wilayah Meepago, saya sebagai mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNCEN mengharapkan kepada seluruh pemerintah, masyarakat Papua, atau lebih khususnya ‘totaa’ Mapiha, jangan menyulitkan anak cucu ke depan, kita harus budayakan melindungi, mencintai alam Papua ini.
Sekarang, kita lihat di daerah ‘totaa’ mapiha sudah jalan masuk sampai Mapiha barat di Kampung Abouhaga sedikit lagi di Piyaiye bahkan sampai Sukikai Selatan, hanya karena mereka buat jalan, orang pernah katakan hutan ‘totaa’ Mapiha merupakan hutan hujan trofis. Namun, jika kita tidak menjaga dengan baik pasti hutan hujan ‘totaa’ Mapiha semakin rusak, apa lagi rencana mekarkan Kabupaten Mapiha Raya akan lebih rusak lagi, anak cucu ‘totaa’ Mapiha tentu saja akan tidur di jalanan.
Saya yakin tradisi-tradisi budaya ‘totaa’ Mapiha pun akan punah hanya karena pengaruh dari luar Papua terutama penduduk transmigrasi, yang menyebabkan pertumbuhan penduduk transmigrasi karena adanya perusahaan akhirnya mereka menjadi karyawan dan mereka menetap di wilayah itu.
Realitas sekarang ini, yang pernah terjadi di Wilayah Meepago dan sedang dilakukan saat ini. Ketika selagi memakai uang tidak berpikir kehilangan Sumber Daya Alam (SDA) di Papua dan juga tidak berpikir kebutuhan generasi yang akan datang. Di daerah Meepago banyak perusahaan yang masuk juga seperti; Kab. Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Paniai bahkan Wamena, intan jaya dan lainnya itu semua bermasalah. Papua merupakan surga kecil yang jatuh ke bumi, yang sebutannya pulau yang sumber daya alam yang melimpah.
Namun realitas sekitar Papua adanya perkembangan zaman sehingga alat-alat elektronik pun semakin canggih sekarang saya memandang kelaknya di tanah Papua ini, seakan- akan terjadi di tanah Papua ini sumber daya alam semakin rusak karena di Papua itu di mana-mana perusahaan ilegal tanpa permisi banyak yang masuk, seperti perusahaan kayu, perusahaan kelapa sawit, perusahaan emas, dan minyak bumi. Orang Papua yang mengizinkan. (Frans P/KM)
*) Penulis adalah Mahasiswav Papua, FMIPA Jurusan Biologi Uncen Jayapura, Papua
0 Komentar